Contoh Resensi Buku
Banyak tugas, harusnya juga banyak berbagi ya. Ini ada contoh Resensi buku, yang aku dan temen-temen sekelompok buat beberapa waktu yang lalu. Ini tugas dari Bu Puji guru Bahasa Indonesia tercinta. Smeoga bermanfaat yaa :)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan resensi buku yang berjudul
Seorang Anak Bernama Suwardi Suryaningrat.
Resensi ini
berisi gambaran tentang buku Seorang Anak Suwardi Suryaningrat. Adapun data dan
informasi yang disajikan dalam resensi ini diperoleh dengan membaca buku secara
langsung.
Resensi ini disusun untuk melengkapi tugas mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu kami selaku penyusun juga berharap
semoga resensi buku ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Kami menyadari bahwa tiada gading yang tak
retak, begitu juga resensi ini, masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca, semoga
setitik sumbangsih kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun
khususnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Identitas Buku
1.
Judul Buku :
Seorang Anak Bernama Suwardi Suryaningrat
2.
Pengarang :
B.S Dewantara
3.
Penerbit :
PT Intan Klaten
4.
Kota Terbit :
Klaten
5.
Tahun Terbit :
1985
6.
Tebal Buku :
V halaman pendahuluan
56 halaman isi
7.
Jenis Kertas :
HVO 60gr, BC 180 gr
B.
Latar Belakang dan Tujuan
Tujuan dan latar
belakang buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi Suryaningrat adalah
untuk mengetahui lebih dalam tentang sosok Suwardi Suryaningrat yang sekarang
dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistematika Buku
Buku yang berjudul Seorang Anak
Bernama Suwardi Suryaningrat terdiri atas X bab. Bab I menceritakan tentang sekilas
kisah hidup Pangeran Suryaningrat, yang merupakan ayahanda dari Suwardi
Suryaningrat. Bab II dan III menceritakan tentang Suwardi Suryaningrat pada
saat lahir dan mulai diasuh oleh inangnya, hingga Suwardi Suryaningarat kecil
melawan inangnya yang memaksa untuk mematuhi adat keluarga ningrat yaitu tidak bergaul
dengan hamba sahaya. Bab IV menceritakan Pangeran Suryaningrat menawarkan
Suwardi Suryaningrat untuk bersekolah di ELS dan menceritakan sejarah keturunan
silsilah keluarga Suwardi Suryaningrat. Lalu, Bab V menceritakan tentang
keinginan Suwardi Suryaningrat untuk mengikutsertakan teman-temannya dari
kalangan hamba sahaya bersekolah di ELS. Bab VI menceritakan tentang hari-hari
Suwardi Suryaningrat di sekolahannya. Bab VII menceritakan Suwardi Suryaningrat
yang berbagi ilmu dengan teman-temannya, kalangan hamba sahaya. Kemudian Bab
VIII menceritakan kisah saat Suwardi Suryaningrat berburu di hutan dan
pelajaran yang didapatkannya. Bab IX menceritakan tentang kegiatan Suwardi
Suryaningrat di sekolah dokter Stovia Batavia. Dan yang terakhir adalah Bab X
yang menceritakan tentang keaktifan Suwardi dalam organisasi kemerdekaan Indonesia
sampai ia diasingkan.
B.
Ringkasan Cerita
Pangeran Suryaningrat adalah putra sulung Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Ario Paku Alam III, raja Kadipaten Paku Alaman. Walaupun seorang anak sulung,
beliau tidak dapat naik tahta menjadi seorang raja menggantikan ayahnya, karena
pada waktu kecil setelah Ibunda Ratu dan Sri Paku Alam III cekcok, Pangeran
Suryaningrat menderita sakit yang menyebabkan suhu panas badan beliau terlalu
tinggi hingga mengganggu syaraf mata dan menyebabkan Pangeran Suryaningrat
menjadi tuna netra. Beliau tumbuh menjadi seorang mualim yang mengabdikan
kehidupannya kepada Tuhan dan agamanya. Sikapnya baik terhadap rakyat jelata
dan hamba sahaya.
Pada Kamis Legi tanggal 2 Puasa 1309 Hijriah atau tanggal 2 Mei 1889,
Raden Ayu Suryaningrat, istri Pangeran Suryaningrat, melahirkan seorang bayi
laki-laki yang diberi nama Raden Mas Suwardi. Suwardi, seperti kalangan
bangsawan jaman itu yang lain, dirawat oleh seorang inang. Inang itu wajib
mengerjakan pekerjaan seorang ibu kecuali melahirkan dan menyusui. Sejak Pangeran
Suryaningrat memerintahkan Suwardi untuk belajar, sejak itu pula Suwardi mulai
menjalin hubungan dengan teman-temannya belajar yang akhirnya menjadi
sahabatnya. Teman-temannya tersebut
bukanlah anak bangsawan melainkan anak-anak hamba sahaya.
Sikap Suwardi yang senang bermain dengan hamba sahaya bahkan sampai
bermain di kampung membuat inang Suwardi jengkel dan melaporkannya pada
Pangeran Suryaningrat dengan harapan beliau akan memarahi Suwardi. Ternyata
tidak, Pangeran Suryaningrat justru mengingatkan inang pengasuh Suwardi untuk
tidak terlalu mengekang Suwardi dan
lebih tekun dalam mendidik Suwardi.
Pada bulan Mei 1896, Suwardi berusia 7 tahun. Suwardi sudah pandai
mengaji dan mulai diajar membaca serta melagukan tembang-tembang atau puisi
Jawa. Namun, Pangeran Suryaningrat ingin lebih meningkatkan kepandaian anaknya
yang cerdas tersebut dengan cara menyekolahkannya di Europeesch Lagere School
atau ELS. Pada suatu hari Pangeran Suryaningat mengingatkan Suwardi untuk tidak
terlalu banyak bermain-main dengan Sariman, temannya dari kalangan hamba
sahaya. Suwardi pun bertanya apakah ayahandanya mempercayai laporan inang
pengasuhnya bahwa Suwardi sekarang sudah menjadi anak liar yang suka
membangkang adat akibat hasutan Sariman. Pangeran Suryaningrat tertawa lalu
menceritakan tentang silsilah keluarganya, yang intinya adalah kakek Pangeran
Suryaningrat berasal dari kalangan rakyat jelata. Suwardi lalu mengerti dan
yakin bahwa dalam darahnya mengalir darah rakyat jelata. Pangeran Suryaningrat
pun mengingatkan Suwardi untuk tidak sombong.
Sehari sebelum Suwardi bersekolah di ELS Suwardi meminta tolong pada ayahandanya
untuk ikut menyekolahkan Sariman di ELS. Suwardi yakin ayahandanya mau menolong
karena Pangeran Suryaningrat adalah orang yang dermawan. Namun sayangnya, Pangeran
Suryaningat menolak dan menjelaskan bahwa ELS hanyalah sekolah untuk anak-anak
Eropa, anak bangsawan bisa sekolah di sana merupakan keistimewaan dan itupun
harus memiliki surat keterangan kelahiran dan surat keterangan keturunan dari
istana. Suwardi akhirnya memutuskan untuk tidak sekolah di ELS, Suwardi
merasakan ketidakadilan antara kaum bangsawan dan rakyat jelata. Namun,
keputusannya luluh setelah ayahandanya mengatakan apabila Suwardi ingin teman-temannya
merasakan bagaimana rasanya sekolah, lebih baik Suwardi bersekolah di ELS,
kemudian ilmunya bisa dibagikan dan diajarkan kepada semua anak-anak rakyat
jelata. Mendengar hal itu, Suwardi pun menjadi bersemangat dan mau bersekolah
di ELS.
Pertengahan tahun 1896, Suwardi benar-benar menjadi siswa ELS. Hari-hari
pertama, Suwardi merasa canggung namun lambat laun Suwardi bisa menyesuaikan
diri. Hari demi hari bertambah, ilmu pengetahuan Suwardi dan kecerdasannya
semakin bertambah. Namun, masalah pun juga muncul, Suwardi pernah memiliki
masalah dengan, seorang sinyo Belanda yang mengejek martabat Suwardi. Untungnya
permasalahan dapat terselesaikan. Dan sejak saat itu, Raden Mas Suwardi bersama
kakaknya Raden Mas Iskandar terkenal sebagai jagonya anak-anak kampung untuk
menghadapi penghinaan, dan sikap buruk lainnya dari sinyo-sinyo Belanda.
Suwardi mulai mengajari anak-anak hamba sahaya dan anak-anak kampung
untuk belajar membaca huruf latin, anak-anak hamba sahaya dan anak-anak kampung
pun sangat antusias. Bahkan setelah kabar tersebut terdengar oleh Pangeran
Suryaningarat, beliau memerintahkan tukang kayu agar membuat dua buah papan
tulis untuk sekolah kecil Suwardi.
Pengalaman mengajar anak-anak hamba sahaya dan anak-anak kampung membuat
Suwardi merasakan menarik dan menyenangkannya mendidik itu. Maka, setelah lulus
dari ELS tahun 1904 Suwardi melanjutkan pendidikan di Kweekschool, sekolah
pendidikan guru di Yogjakarta.
Pada suatu minggu, Suwardi dan teman-temannya pergi berburu ke Kulon
Progo. Suwardi mempergunakan sebuah senapan angin pemberian temannya Rudolf dari
ELS. Suwardi ingin melatih kemampuannya seperti teman-temannya, namun pada saat
Suwardi bisa membuat jatuh dan mati seekor kelelawan betina ia merasa sedih dan
hatinya terkoyak. Maka sejak saat itu, Suwardi
berjanji tidak akan menyiksa binatang apapun, termasuk semut.
Pada tahun 1905 disaat 1 tahun Suwardi bersekolah di Kweekschool, Suwardi
mendapatkan beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda untuk bersekolah di Stovia
yaitu sekolah dokter di Batavia. Sebelum berangkat keluarga mempertunangkan
Suwardi dengan Raden Ajeng Sutartinah. Di Stovia Suwardi dan Suraji, siswa
Stovia dari Indonesia juga, menjadi pemuda kocak, kritis, dan pandai melawak.
Pada tahun 1912, Suwardi bersama Douwes Dekker, serta dr. Cipto
Mangunkusuma (Tiga Serangkai) mendirikan partai politik yang bertujuan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang bernama “De Indische Partij”. Karena
De Indische Partij berusaha menggagalkan pesta perayaan 100 tahun Belanda di
Indonesia, Tiga Serangkai diasingkan ke negeri Belanda. Sebelum diasingkan,
Suwardi melangsungkan pernikahannya dengan Raden Ajeng Sutartinah, putri
Pangeran Sasraingrat.
Dalam perjalanannya ke Belanda, Suwardi meninggalkan sebuah surat yang
berisi anjuran kepada kawan-kawan di tanah air agar terus melanjutkan
perjuangan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Demikianlah kisah seorang anak bernama Suwardi Suryaningrat, yang
kemudian lebih di kenal sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan juga sebagai
Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.
C.
Penilaian Buku
1.
Kelebihan Buku
Kelebihan dari buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi
Suryaningrat sebagai berikut:
a. Bahasa
Dari segi bahasa, buku yang berjudul Seorang
Anak Bernama Suwardi Suryaningrat menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah
dipahami sehingga pembaca tidak merasa bosan.
b. Isi
Dari segi isi, buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi
Suryaningrat mengandung nilai-nilai moral yaitu kita harus menjadi anak yang
patuh kepada orang tua, memiliki semangat belajar yang tinggi, tenggang rasa,
setia membela bangsa dan negara, serta menyayangi binatang. Kemudian buku
tersebut memiliki open ending yang menimbulkan efek penasaran kepada
pembaca untuk mengetahui lebih jauh tentang Suwardi Suryaningrat.
c.
Diksi
Dari segi diksi atau pilihan kata,
kata yang dipilih untuk judul buku sederhana namun menarik.
2.
Kekurangan Buku
Kekurangan dari buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi Suryaningrat
sebagai berikut:
a. Fisik
Dari segi fisik, buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi
Suryaningrat memiliki sampul dan penggunaan font untuk penulisan judul
yang kurang menarik, sehingga orang belum tentu tertarik untuk membaca buku
tesebut saat pertama kali melihat sampulnya.
b. Isi
Dari segi isi, buku yang berjudul Seorang Anak Bernama Suwardi
Suryaningrat belum menampilkan satu pun gambar pendukung, sehingga pembaca belum
tentu bisa mengembangkan imajinasinya untuk benar-benar memahami isi cerita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suwardi
Suryaningrat adalah sosok pahlawan yang memiliki keistimewaan yaitu seorang
bangsawan yang tetap berteman dengan rakyat jelata tanpa membedakan harkat dan
derajat. Selain itu, Suwardi
Suryaningrat merupakan sosok yang patut diteladani karena beliau merupakan anak
yang patuh kepada orang tua, memiliki semangat belajar yang tinggi, tenggang
rasa, setia membela bangsa dan negara, serta menyayangi binatang.
B. Saran
1.
Fisik
Dari segi fisik, buku bisa dibuat lebih menarik dengan cara meningkatkan perpaduan
warna dan gambar cover buku serta memvariasikan font yang digunakan
untuk menuliskan judul.
2.
Isi
Pada isi
buku, akan lebih baik apabila diberi gambar pendukung sesuai dengan cerita,
sehingga pembaca bisa mengembangkan imajinasinya untuk benar-benar memahami isi
cerita.
MENGENAL
LEBIH DALAM SOSOK SUWARDI SURYANINGRAT
( Sebuah Resensi dari Buku “Seorang
Anak Bernama Suwardi Suryaningrat”)
Disusun untuk Melengkapi Tugas Bahasa
Indonesia Kelas IX
Gambar (dalam proses)
Penyusun: Kelas IX C (masukkan
lampiran)
Abisam Dwi Putra (01)
Agung Nur Hidayat (03)
Annisa Qhusnul Khasana (04)
Dhea Adzana Putri (09)
Diana Citrasari (10)
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1
GODEAN
TAHUN PELAJARAN 2012-2013
Komentar
Posting Komentar