Namanya juga manusia

Hari itu di sekolah Rini dan Rana sedang ada class meeting, banyak perlombaan antar siswa kelas 10, 11, dan 12 yang diselenggarakan untuk memeriahkan hari ulang tahun sekolahnya. Mulai dari perlombaan akademik sampai olahraga.
“Doorrr!” seru Rini kepada Rana yang sedang melamun di kursi taman sekolah.
“Eh Rini bikin kaget aja, dasar!”
“Kamu ngapai nglamun siang bolong gini? Mending ke perpus, ke kantin, apa ikut nonton tanding basket sono! Lagi final tau. Mentang-mentang kamu udah selesai lombanya terus boleh nglamun gitu.”
Rana hanya mengangkat bahu dan menggeleng. Bujukan Rini tak membuatnya bergeser sedikitpun dari taman sekolah. Sampai akhirnya, Rana menjelaskan apa yang sedang dia lamunkan sedari tadi.

“Aku jadi kepikiran waktu SMP dulu Rin, masa putih-biru, masa dimana aku kenal facebook, twitter, blog, dan blablabla itu untuk pertama kalinya. Di saat kadang-kadang I lost my sense too much. Nah, di SMP pastinya ada kepengurusan kelas kan, dan pengurus kelas tu lumayan berperan untuk jalannya kelas. Ya, dulu di SMP ku juga sering ada acara-acara rempong kayak di sekolah kita sekarang, tapi nggak semeriah dan semewah ini pastinya” Rana memulai bercerita, posisi duduknya pun menjadi sedikit lebih tegap dari sebelumnya.
“Iya, cucok lah. Aku ngerti. Lanjut?” Rini medengarkan cerita Rana sangat antusias, melebihi angkatan militer yang sedang membidik boneka latihan perang. Mereka memang berteman dekat sejak awal pendaftaran.
“Kelas 7 aku jadi ketua kelas, achievement yang di dapat kelasku waktu aku jadi menjabat jadi ketua kelas sih lumayan. Kelas ku positif, pernah dapet negsago award juga. Dan semuanya karena kita mau menguatkan kerjasama. Kalo keinget kadang suka pingin nangis terharu, waktu class meeting aku ngurus pembagian yang ikut lomba, terus waktu lomba di lapangan aku bolak balik dari lomba yang putri sama lomba yang putra, bahkan ada yang nyeletuk waktu itu, aku lupa siapa, tapi intinya bilang aku tu kayak ibuk buat kelasku. Tapi di balik semuanya, pasti ada dukanya juga, misalnya masalah pembagian kelompok kerja yang sampe masuk BK lah… nggak adil ini itu blablabla. Aku juga pernah ada masalah sama sekertarisnya. Tapi di situ aku jadi makin terbiasa untuk menguatkan hati saat … dalam tanda kutip ni ya, saat aku di benci temen, walau cuma sesaat. Aku sering dianggap terlalu keras, padahal tujuanku ya buat bersama. Kalo nggak dikerasi takut nggak jalan. Tau nggak, dulu buat ngingetin anak-anak terutama sama anak cowok yang rame gila aku sampe pukul-pukul meja pake kayu atau penggaris kayu yang besar. Itu kebiasaanku waktu SD dulu, dan di SD ku dulu itu udah jadi tradisi, pake pukul. Haha”
“Busyett, konyol gila. Tapi asyik juga ya, dulu aku nggak ngalami masa itu, tau kan sekolahku di desa jadi standar-standar aja. Lanjut deh Ran!” Tanggap Rini sambil menggeleng gelengkan kepalanya dan menepukkan tangannya di pundak Rana. Rana meringis lalu melanjutkan ceritanya.
“Kelas 8, kelas ku udah mulai goyah, yaa… masa masa kelabilan makin membadai. Aku nggak lagi jadi ketua, tapi aku jadi bendahara. Jadi aku masih sering ikut andil, tapi nggak banyak. Walaupun terkadang aku merasa kelas masih membutuhkanku. Kelas 8, kelasku mulai mau drop, gampangnya mulai tenggelam dalam lautan kelabilan gitu deh. Mulai rame. Susah diatur. Aku mau pake pukul buat mukul-mukul meja nggak enak. Aku sadar, aku udah nggak punya banyak hak buat itu. Dan saat itu pula guru-guru juga banyak yang bilang langsung ke kelasku kenapa banyak change negative. Sampe suatu hari waktu kita cewek-cewek lagi ngrumpi, termasuk aku juga. Kita ngobrolin kalau ketuanya kurang tegas dan itu penyebab menurunnya kelasku. Aku ikut setuju aja, karena aku bukan ketua waktu itu. Haha, betapa kejamnya aku waktu itu. Bahkan aku sempat bilang gimana kalau ada perombakan pengurus kelas.”
“Wuss, jahat kau Ran!” Dahi Rini sedikit mengerut.
“Ahahahha, damaii buk.” Rani meringis. “Ya  mau gimana lagi, perbedaan sama kelas 7 tu kerasa banget. Tapi di waktu ada acara kelas yang bagian dekor mendekor kelas 8 meningkat banyak dari kelas 7, tapi tetep, kelasku masih kalah sama kelas sebelah. Dan dari kelas 8 akhir, saat OSIS, oya aku jadi ketua umum OSIS waktu kelas 8, di kelas 8 akhir aku udah mulai melepas kelas. Apapun yang terjadi yang penting aku sudah menyelesaikan kewajiban yang harus aku lakukan di kelas. Lha di OSIS sibuk badai masalah pensi, dan akhirnya mulai saat itu aku pikir kelas udah bisa aku lepas, dan kelas udah nggak butuh aku lagi mungkin, dan itu lebih baik. Dan dalam tanda kutip, aku bahagia. Sampai semuanya berakhir dan aku sama temen-temenku naik kelas 9. Gila ya, rasanya tu kayak…kayak…” Rana bingung ingin mengungkapkan perasaannya.
“Kayak kotoran sapi! Haha” Seru Rini spontan.
“Ih jorok kau Rin! Bukan rasanya tu kayak mimpi, cepet banget waktunya. Baru kemarin daftar SMP eh sekarang udah kelas 9 aja, udah mau lulus. Di kelas 9 ada kepengurusan baru di kelasku. Sampe awal-awal kelas 9 aku masih sibuk gila gara-gara urusan OSIS. Dan alhamdullilah aku nggak jadi pengurus kelas. Aku angkat tangan. Dan… nggak ada perubahan signifikan dari kelas 8 sama 9, tetep rame. Tapi nama harum kami dari kelas 7 masih lumayan melekat kok, masih ada guru yang inget. Sampe akhirnya suatu hari aku dan temen-temenku ngrumpi lagi, dan bilang kalau kelas belum bisa better karena ketuanya nggak tegas. Aku tu jadi bingung badai tau nggak Rin, dulu waktu aku jadi ketua kelas tegas, inget tegas, bukan galak, eh dibilang keras lah, semua keputusanku lah. Eh pas ketuanya agak kasih kelonggaran, tapi kelas nggak bisa maksimal, banyak yang bilang kurang tegas. Sebenernya gimana gitu lho yang bagus?”
“Ya… Namanya juga manusia nggak ada yang sempurna Ran. Sebenernya semuanya tergantung dari diri seseorang sendiri-sendiri”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Drama Bahasa Inggris untuk 4 Orang dan Terjemahannya

Pidato Pelepasan Jabatan Ketua Osis -I'm done