Andai Setiap Dosa Dibekaskan Sebagai Tompel Pada Tubuhku


Andai Setiap Dosa Dibekaskan Sebagai Tompel Pada Tubuhku
Aku mau berbagi sesuatu. Hu’um sesuatu. Cerita, iya, cerita yang aku baca di buku yang  kupinjem dari sodaraku. *aku nggak modal, hehe*. Dan cerita ini adalah dari salah satu potongan buku “Ah, Tuhan Sayang Padaku Kok”, Edi Mulyana, DIVAPress. Beli bukunya ya! Cekidot…

“Ini serius, bro, lihatlah mataku, jujur sekali aku menceritakan semua ini untuk kebaikanmu sendiri!” mataku begitu bercahaya terang penuh semangat.
“Aih, mana mungkin dia begitu, susah kupercaya…”
“Terserah kau percaya atau nggak, namun aku jujur padamu, dan hanya semata untuk kebaikanmu. Bayangkan, buat apa kau berkorban banyak untuk cewek macam dia. Kau cintai sepenuh hati, kau beri yang dia pinta, segalanya, toh nyatanya dia main gila sama lelaki lain. Sudahlah putus saja. Tuh antrian cewek yang siap menggantikannya jika diurut dari Sampangan ini tembus sampai Condongcatur”
Dia gundah. Membanting napas berkali-kali. Dilema, kuhatu itu. Secara, dia cinta mati berkali-kali (jika bisa, mati-hidup mati-hidup gitu maksidnya) ama cewek nggak penting itu, cewek nggak jelas turunan siapa itu, darahnya biru nggak. Itu di satu sisi. Di sisi lain, dia nggak pernah salah jika mengikuti kata-kataku. Meski sejatinya, tidak untuk kali ini. Sebab, aku nggak ingin sahib tajirku ini jatuh kepelukan cewek yang entah emaknya siapa itu. Aku sungguh ingin melihat Mas Boy ini married aja sama sepupuku yang nggak kalah manisnya dibanding anak udik itu. Kalau dibandingkan benar, jelas sepupuku jauh lebih berkelas darinya, kelas berat maksudnya… ^_^
“Aku tahu selama ini kamu selalu jujur padaku, Bro…,” katanya kemudian dengan napas getir. “Dan kuyakin kamu lakukan ini memang benar-benar untuk kebaikanku…Thanks ya…”
Aku mengangguk. Yes! Maka bekerjalah dengan sempurna skenario yang sudah kusiapkan sematang-matanganya itu. Dan, cukup dua hari kemudian, cewek udik nyebelin itu telah kembali menjadi kere! Huahh, rasain lho, congkak sih sama gue, nyahok loe!
Sippp…! Malam ini, aku bisa tidur dengan begitu amat pulas, lantaran skenario selanjutnya untuk menjodohkan sobat kayaku itu dengan sepupuku juga berjalan mulus. Besok, akting heboh itu akan menyempurnakan jalan ceritanya. Bodoh amat Rossi kalah sama Lorenzo malam ini, yang penting besok sepupuku jadian sama anak keren itu!
Tetapi, saat ku surukkan wajahku ke cermin wastafel di kamar mandi ini, beberapa menit usai bangun tidur, aku tersentak bak terseret bejekan torsi YRZ-MI. Gila! Tidaakkk…!!
Aku memekik sendiri. Kuusap wajahku, pipiku sebelah kiri, kuseka cermin yang entah telah tergangtung di sini sejak kapan ini. Oh My God!
Ini mustahil, seruku. Bagaimana mungkin pipi sebelah kiriku tiba-tiba dihuni bercak hitam macam tahi lalat yang begitu terang dan nyata, sebesar jempol tanganku? Kuusap ribuan kali bercak hitam ini, tapi nggak luntur, apalagi hilang. Apa nih ya? Pipiku, keningku, wajahku, selama ini, bahkan hingga semalam tidur saat kukasih krim malam masih mulus seperti biasanya. Kok bisa tiba-tiba ada noda sebesar ini, terang lagi, begitu menyerupai tompel. Buru-buru kucuci wajahku, kubilas dengan scrub, tapi noda hitam ini masih tetap ada, tak berkurang secuil pun!
Seketika, aku begitu takut berjumpa dengan siapapun. Aku abaikan semua urusan dengan siapapun, termasuk skenario licikku terhadap sobat baikku itu. Sungguh tompel ini sangat menjijikkan, memalukan, merusak pesona ketampananku selama ini!
Maka buru-buru kutelepon sahabatku itu, kukatakan kepadanya bahwa pagi ini aku nggak bisa menemaninya karena nggak enak badan. Usai kututup teleponku, kusodorkan kembali jawah ke cermin, dan … ya Tuhan!!! Kini giliran pipi kananku yang dihinggapi bercak menjijikkan ini! Tidak! Apa-apaan ini?! Apa yang salah denganku?!
Pipi kanan kiriku sampai memerah dengan kulit luar nyaris terkelupas karena terus kugosok dengan scrub. Tapi, noda ini tak juga berkurang. Aku bahkan sampai menangis membayangkan betapa akan ruhtuhnya langit-langit indah hidupku selama ini gara-gara tompel sialan ini! Aku terkulai lemas, sesunggukan di atas kasur empuk ini.
Apa salahku?
Apa salah ibuku?
Halaahhh…malah nyanyi ya… hiii… sori … Tapi, upss, apakah kejadian ini berhubungan benar ya dengan “kutukan” cewek udik itu beberapa hari yang lalu waktu aku berhasil mengarang cerita sempuna dan menyebabkannnya putus dengan sohib tajirku itu? Waktu itu, Ika Tyana, si cewek yang doyan pake topi pink itu, menyumpahi aku begini, “Kau  tu memang bermulut ular! Ahli fitnah! Kalau saja Tuhan berkenan menghadiahi setiap dosamu dengan tahi lalat di tubuhmu, bakal penuh banget tu butuhmu!!!” dan aku hanya mengekeh merayakan kemenanganku memcampakkannya dari kehidupan sohibku itu, penuh kebahagiaan, layaknya aksi nyemplung kolam Lorenzo saking girangnya merayakan kemenangannya di Jerez beserta seluruh atribut balapnya.
“Mustahil…” sahut temanku dari HP-nya saat kuceritakan ketakutanku akan kutukan mengerikan itu. “Kalau sampai kejadian, Bro, semua orang kali di dunia ini akan terseok-seok berjalan mengangkuti tompelnya, lhah secara kan semua orang doyan berdosa tuh sekarang ini…”
“Tapi kok aku mengalami kejadian gila ini?” suaraku hambar bak wajah kecewa Wardi dan Marno saat waitress itu memberi tahu bahwa saparella pesanannya nggak ada.
Ya, ini memang mustahil, nggak logis. Akal sehat mana pun nggak akan mampu menerimanya. Tapi, nyatanya, aku mengalaminya, riil banget, ini masih nempel di pipiku dengan sempurna, kanan kiri lagi. Yang lebih mendebarkanku ialah tompel di pipi kanan ini tiba-tiba nyembul begitu aja usai kutelepon sohibku untuk membatalkan janji menemaninya tadi, dengan alasan nggak enak badan, yang tentu saja bohong besar!
Aih, apa iya gara-gara aku bohong lalu muncul tompel bodoh ini? Kalau iya, itu berarti dosaku bohong tadi diwujudkan oleh Tuhan sebagai tompel, dan dilekatkan di pipiku?
Oh My God! Kalau benar demikian, sejak pagi ini, setiap dosaku, tergantung ukuran besar kecilnya dosa yang kulakukan itu, dibebankan oleh Tuhan dalam bentuk tompel di sekujur tubuhku, maka nggak akan lama lagi semua tubuhku akan tertutupi oleh bercak-bercak hitam mengerikan ini! Ya, nggak akan lama! Bahkan, lebih cepat dari yang bisa kubayangkan dan kuhitung sendiri.
Lalu, aku berusaha menghitung dengan berkaca pada kebiasaanku sendiri selama ini. Aku paling pintar bohong, dalam hal apapun, mau yang besar atau kecil, yang sekedar bermaksud guyonan dan bahkan direncanakan sebagai fitnah untuk menjatuhkan seseorang yang nggak kusuka. Andai kalau guyonan, tompelnya sebesar filter rokok di tubuhku karena aku biasanya lebih dari segitu kalau bohong untuk guyonan. Belum lagi jika yang kulakukan dengan sengaja sebagai sebuah fitnah untuk menjatuhkan orang, umpama diwujudkan tompel sebesar jempol, maka akan ada berapa banyak bercak hitamkan di tubuhku ini? Pasti wajahku sedah penuh dengan segera.
Aku pun begitu suka melakukan kesalahan dan keburukan lain. Mulai dari yang kuanggap ringan, seperti memaki orang, hingga yang serius seperti menipu, korupsi, mencuri, mabuk, judi, dan sebagainya. Oh Tuhan, andai setiap dosaku itu Kau wujudkan dalam bentuk fisik ditubuhku, dalam rupa tompel jelek macam ini, maka segera habislah semua kebanggaan yang kujunjung tinggi selama ini akan keindahan wajah dan tubuhku. Akan tertutupi dengan sangat sempurna bagian tubuhku oleh tompel-tompel itu. Bahkan seiring laju waktu, tompel-tompel itu akan saling tindih satu sama lainnya lantaran sudah tidak menemukan ruang secuil pun ditubuhku akibat dosa-dosa yang terus kulakukan…
Tidakkk…! Aku memekik. Jangan Kau permalukan aku dengan tanda-tanda dosa yang bisa dilihat semua orang ini. Ya Tuhan, plis jangan Kau hinakan dan rendahkan harga diriku akibat tompel-tompel mengerikan ini, meski ini sebagai buah dari perbuatan-perbuatanku sendiri dengan jago berkubang dengan ragam dosa.
Baru menjelang sore, aku memberanikan diri berkunjung ke seorang dokter kulit yang telah kukenal dengan baik selama ini karena aku sering konsultasi masalah-masalah kebugaran dan kecantikan dengannya. Memang nggak banyak sih klien cowok di dokter ini, hanya mungkin beberapa saja, diantaranya aku. Kucoba mengubur dalam-dalam semua imaji liarku tentang tompel-tompel akibat dosa ini. Namun, baru berhenti di lampu merah pertama, saat kutoleh ke kanan kiri, di balik kaca mobilku, kulihat semua orang di sekitarku, yang antri menunggu lampu merah ini, dibercaki oleh tompel-tompel yang sama denganku. Ada yang sebagian wajahnya telah penuh tompel hitam. Beberapa lagi wajahnya telah hilang sempurna dalam bercak hitam itu. Ada yang sudah sampai di lengan dan kaki. Mulai dari tukang parker, penjaga toko, pengendara motor, truk, sopir mobil pribadi, pedagang sayur, hingga petugas lalu lintas.
Ya Tuhan! Kutatap wajahku di spion, bercak tompel ini masih tampak sempurna. Benarkah mulai tadi pagi Tuhan memutuskan untuk menampakkan setiap dosa dalam bentuk serupa tompel ini di tubuh pelakunya? Ah, ini gila! Buru-buru kukebut mobilku menuju tempat praktik dokter kulit itu, membelah jalanan sempurana yang menyajikan ragam tompel di seluruh wajah dan tubuh orang-orang yang berpapasan denganku. Tetapi, baru turun dari mobil, di altar parker, kulihat tukang parker dan satpam itu pun benuh bercak. Langsung aku melaju masuk, disambut mbak manis di bagian pendaftaran ini. Kini, wajahnya tak lagi manis, ada banyak bercak di wajah dan lengannya. Gila! “Semua orang pendosaaa…!” gumanku.
Dan saat tiba giliranku memasuki ruang dingin dokter anggun itu, tak kutemukan lagi seraut wajah yang biasanya sangat rapi, klimis, dan terawat sempurna itu. Tak ada lagi keanggunan, kebersihan, keindahan, apalagi pesona yang cemerlang selama ini. Yang terasa kini hanyalah setangkup wajah yang tersembunyi di balik noda-noda hitam pekat menjijikan, yang menandakan bahwa dosa-dosa yang dilakukannya sungguh amat sangat mengerikan dan menjijikkan.
Ya Tuhan, ternyata semua orang hari ini adalah pendosa! Semua, tanpa terkecuali, termasuk aku.
Duh, betapa mengerikan jika itu benar-benar terjadi. Setiap dosa dirupakan oleh Tuhan dalam bentuk tompel-tompel yang dibekaskan di sekujur tubuhku, tubuhmu, tubuhnya. Dan, sungguh, kejadian seperti itu amat mudah bagi Tuhan untuk melakukannya. Hanya saja, Tuhan begitu sayang kepada kita, meski kita begitu DURHAKA kepada-Nya.

Cerita menarik. Kisah inspiratif. Cerita motivasi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Drama Bahasa Inggris untuk 4 Orang dan Terjemahannya

Pidato Pelepasan Jabatan Ketua Osis -I'm done