Cinta Sejati-Pacaran Itu Boleh Nggak/Tidak?-Islam Memandang Pacaran
Cinta sejati, weheee makanan apaan noh?
Aku berbagi sedikit ya! Tulisan ini aku ambil dari : mta-online.com
Aku berbagi sedikit ya! Tulisan ini aku ambil dari : mta-online.com
Berbicara
soal cinta, pasti sangat erat kaitannya dengan dua insan turunan Adam dan Hawa
yang tengah dihantam oleh perasaan yang menggelora. Tidak heran, para pujangga
cinta terjebak dalam kungkungan panah asmara. Sebagian menganggapnya sebagai
cinta sejati. Sebuah Cinta untuk pertama dan terakhir kalinya, hingga sosoknya
seolah tak bisa tergantikan oleh siapapun dan sampai kapanpun (katanya).
Wewwww, sangat ironis bukan?
Atas
nama cinta, tak sedikit para pujangga cinta rela mengorbankan dirinya
untuk sang pujaan hati, bahkan sampai yang dilarang agama pun rela dilakukan.
Tidak hanya itu, lebih tragis lagi adalah ketika yang dicinta telah pergi, ia
bahkan rela bila harus mengakhiri hidup demi sang kekasih.
Yups!,
inilah fakta dari salah kaprahnya sebagian kaum Adam dan Hawa dalam memaknai
cinta. Istilah ‘Pacaran’ diartikan sebagai proses peleburan dan pembuktian dari
makna cinta. Tentu saja, sebelum menapak ke taraf ‘jadian’ (pacaran) diawali
dengan sebuah jalan pendekatan. Mulanya mungkin hanya sekedar menebar pesona
lewat telepon, sms, chatting, facebook, twitter dan jalur-jalur lain
sebagainya. Rupanya, pepatah Jawa “witing tresno jalaran soko kulino” dijadikan
kambing hitam untuk menjadikan dua insan turunan Adam dan Hawa itu semakin
dihinggapi “virus merah jambu”.
Singkat
cerita, cinta itupun diungkapkan dan dibalas suka cita oleh yang bersangkutan.
Mereka pun telah ‘jadian’. Berhentikah kemudian? Rasanya, ada yang kurang jika
sebuah ungkapan perasaan itu hanya dilabuhkan pada taraf ‘jadian’ saja. Perlu
dicatat, syaitan super lihai menghasut manusia. Sudah sejak kali pertama
perasaan cinta itu datang, syaitan sudah membelenggu manusia dalam tipu
dayanya. Tentu saja, setelah ‘jadian’, syaitan akan kian membisiki manusia
untuk melakukan yang lebih menggoda dari itu.
Dan
first date pun dijadwalkan di malam Minggu. Dipilihlah tempat sepi di
sebuah taman di pinggiran kota. Berhentikah sampai di sini? Jelas, tidak hanya
berhenti sampai di sini saja. Duduk berdekatan, tangan pun mulai beraksi.
Digenggam erat tangan halus si pujaan hati.
Perlu
diketahui, ini hanya untuk kencan pertama, belum kencan kedua, ketiga atau
bahkan kesekian kalinya. Bisa dipastikan, syaitan tidak akan mungkin membiarkan
mereka melakukan itu-itu saja, melainkan lebih dan lebih….. Inikah
makna cinta itu bagi mereka, para pujangga cinta?
Bagaimana
Islam Memandangnya?
Mencintai
seseorang yang berbeda jenis itulah seyogyanya manusia. Sudah sewajarnya
manusia yang berbeda jenis tertarik satu dengan yang lain.
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ
عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita…” (QS Ali Imran 14)
Dalam
QS An-Najm 45 Allah juga menjelaskan,
وَأَنَّهُ
خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى
“Dan
bahwasanya Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.”
Sebaliknya,
Allah justru melarang manusia yang tidak merasakan cinta pada seseorang yang
lawan jenis dan mengalihkan perasaan cinta itu pada kaum sejenis. Bahkan, dalam
QS An-Naml 55 Allah menanyai mereka yang mencintai sejenis,
أَئِنَّكُمْ
لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ
تَجْهَلُونَ
“Mengapa
kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi)
wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat
perbuatanmu).”
Dan
Allah pun melaknat mereka sebagaimana dijelaskan pada ayat 58,
وَأَمْطَرْنَا
عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ
“Dan
Kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), maka amat buruklah hujan yang
ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.”
Lalu,
apa salahnya bila insan dunia mencintai seseorang yang dicintainya? Umumnya,
perasaan cinta ditorehkan dalam sebuah ikatan hubungan yang bertentangan dengan
syariat Islam. Menjalin hubungan dalam hal ini pacaran,
sebagai tahap penjajagan hubungan sebelum menapak ke gerbang pernikahan.
Jelaslah,
pacaran dalam Islam tidak dituntunkan. Dalam Al-Qur’an saja Allah memerintahkan
kepada laki-laki dan wanita yang beriman untuk menundukkan pandangannya (lihat
QS An-Nuur 30-31). Rasulullah Saw bersabda,
عَنْ
اَبِى اُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص قَالَ: اِيَّاكُمْ وَ اْلخَلْوَةَ
بِالنّسَاءِ وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، مَا خَلاَ رَجُلٌ وَ امْرَأَةٌ اِلاَّ
دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَا، وَ لَيَزْحَمُ رَجُلٌ خِنْزِيْرًا مُتَلَطّخًا
بِطِيْنٍ اَوْ حَمْأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَزْحَمَ مَنْكِبُهُ مَنْكِبَ
امْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ. الطبرانى فى الكبير
Dari
Abu Umamah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Jauhkanlah kalian dari
bersepi-sepi dengan wanita. Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, melainkan syaithan masuk
diantara mereka. Dan sungguh, seorang laki-laki bersentuhan dengan seekor babi
yang berlumuran dengan lumpur adalah lebih baik daripada ia bersentuhan bahu
dengan bahu wanita yang tidak halal baginya“. [HR. Thabrani dalam Al-Kabir
juz 8, hal. 205, no. 7830, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi 'Ali bin
Yazid, dan 'Ubaidillah bin Zahr]
Lalu,
bagaimana bisa menggenggam tangan si pujaan hati sedang Rasulullah Saw
bersabda,
لاَنْ
يُطْعَنَ فِى رَأْسِ اَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ
يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ. الطبرانى
Ditikam
seorang daripada kamu di kepalanya dengan jarum dari besi itu, adalah lebih
baik daripada ia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya. [HSR.
Thabrani]
Pacaran,
meski belum sampai melakukan zina, adalah merupakan bentuk hubungan yang tidak
halal yang bisa mendekatkan pada zina. Sedang Allah melarang para hamba-Nya
mendekati zina.
وَلا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa’ 32)
Mendekati
zina saja sudah dilarang, apalagi sampai melakukan zina.
Nau’udzubillah min dzalik. Lalu, apa yang harus kita lakukan sebagai seorang
muslim dan muslimah dalam hal memaknai cinta?
Memilihnya
karena Mencintai-Nya
Tentu
saja, Islam sangat menjaga bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrim bersikap, termasuk kaitannya dalam hal bagaimana memaknai sebuah
ketertarikan dengan lawan jenis. Yang jelas, tidak boleh semena-mena
mengungkapkan perasaan ketertarikan itu di luar koridor Islam. Agar orang tak
lagi salah kaprah memaknai cinta, penulis hendak membagikan sebuah pemikiran
yang Insya Allah akan menyelamatkan kita dari ancaman pergaulan yang
menyesatkan, yakni soal bagaimana mengungkapkan perasaan cinta melalui jalan
yang dihalalkan oleh-Nya.
Sebelumnya,
coba pahami kalimat berikut ini, “Saya memilihnya karena saya
mencintai-Nya (Allah).” Kata ‘memilih’ dimaksudkan untuk menghindarkan
kita dari jebakan salah kaprahnya memaknai cinta, karena sejatinya cinta
hanyalah untuk-Nya semata. Kata ini juga dimaksudkan untuk tidak melulu
beralasan lantaran ada rasa cinta atau tidak cinta kepada seseorang ketika
hendak membina mahligai rumah tangga. Dan dia kita pilih karena kita
mencintai-Nya. Karena mencintai-Nya lah kita akan memilih pasangan
hidup yang akan mendekatkan kita pada-Nya, bukan malah menjauhkan kita dari-Nya.
Tentu
saja, kalimat tersebut diungkapkan dalam suatu wadah yang dibenarkan Islam.
Pengungkapannya pun tidak langsung diungkapkan kepada yang bersangkutan, namun
harus ada seorang perantara.
Dan
ketika kita sudah berada dalam koridor yang dihalalkan, saat itu barulah kita
bisa mengungkapkannya langsung kepadanya dalam sebuah kalimat berikut ini, “Saya
mencintaimu karena Allah.” Kata ‘cinta’ disini hanya sebatas rasa
kasih sayang yang tidak melebihi kadar kecintaan kita kepada-Nya dan ini
diungkapkan semata-mata hanya mengharap ridha dari-Nya.
Nah,
bukankah pengungkapan cinta yang demikian, itulah cinta yang indah?
Cinta diungkapkan melalui jalan yang dihalalkan oleh-Nya, yakni pernikahan.
Dan itu kita lakukan tak lain karena kita mencintai-Nya, cinta sebenar-benar
cinta.
Lain
halnya ketika kita semena-mena mengungkapkan cinta melalui jalan syaitan. Cinta
yang awalnya biasa menjadi tidak biasa lagi. Tidak biasa, karena cinta
yang dirasa ternyata telah dibumbui oleh nafsu. Begitu dalamnya cinta memasuki
relung hati, membuat para pujangga cinta ini kian tak terkendali. Dan mereka
pun mendewakan cinta, meninggalkan Sang Pemilik Cinta Yang Hakiki.
Pesona syaitan menghipnotis pandangannya hingga mereka berbangga diri lantaran
cinta yang dirasa adalah cinta sejati. Ck ck ck…
Sekarang
tinggal pilih yang mana, mengungkapkannya dengan jalan yang dihalalkan
Allah atau syaitan? Jika mengikuti Allah, maka Insya Allah akan selamat.
Namun jika jalan syaitan yang kita ikuti, maka neraka menjadi
hunian abadi bagi kita kelak. Naudzubillah…
Pertanyaannya
sekarang, bagaimana jika seseorang belum siap melewati gerbang
pengungkapan cinta yang dihalalkan ini? Maka jadilah orang yang ‘cerdik’.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص عَاشِرَ عَشْرَةٍ فَقَامَ رَجُلٌ
مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، مَنْ اَكْيَسُ النَّاسِ وَ
اَحْزَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: اَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَ اَكْثَرُهُمْ
اِسْتِعْدَادًا لِلْمَوْتِ، اُولئِكَ اْلاَكْيَاسُ ذَهَبُوْا بِشَرَفِ الدُّنْيَا
وَ كَرَامَةِ اْلآخِرَةِ. ابن ابى الدنيا فى كتاب الموت و التطبرانى فى الصغير باسناد
حسن، و البيهقى فى الزهد، و لفظه: اَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ ص: أَيُّ
اْلمُؤْمِنِيْنَ اَفْضَلُ؟ قَالَ: اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ: فَاَيُّ
اْلمُؤْمِنِيْن اَكْيَسُ؟ قَالَ: اَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَ
اَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اِسْتِعْدَادًا، اُولئِكَ اْلاَكْيَاسُ.
Dari
Ibnu ‘Umar RA ia berkata : Saya datang kepada Nabi SAW, kami serombongan
sebanyak sepuluh orang. Kemudian ada seorang laki-laki Anshar bertanya, “Wahai
Nabiyallah, siapa orang yang paling cerdik dan paling teguh diantara manusia
?”. Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling banyak mengingat mati diantara mereka
dan orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk mati. Mereka itulah
orang-orang yang cerdik, mereka pergi dengan membawa kemulyaan dunia dan
kemulyaan akhirat”. [HR. Ibnu Abid-Dunya di dalam kitabul-Maut. Thabrani
di dalam Ash-Shaghir dengan sanad hasan.
Dan
Baihaqi juga meriwayatkan di dalam kitabuz-Zuhud, dengan lafadh] :
Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Siapa diantara
orang-orang mukmin itu yang lebih utama ?”. Nabi SAW menjawab, “Orang yang
paling baik akhlaqnya diantara mereka”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapakah
diantara orang-orang mukmin yang paling cerdik ?”. Nabi SAW menjawab, “Orang
yang paling banyak ingat mati diantara mereka, dan orang yang paling baik
persiapannya untuk kehidupan selanjutnya. Mereka itulah orang-orang yang
cerdik”.
Bagaimanapun
menjaga dari sesuatu yang akan menyebabkan kita terjungkal ke neraka adalah hal
yang harus kita lakukan. Jangan sampai gelora cinta menduakan Dia (Allah) dengan
si dia. Dia-lah tujuan kita hidup di dunia ini. Dia tidak akan pernah pergi
meninggalkan kita sampai kapanpun. Sedang dia, apa dia akan selalu ada dalam
kehidupan kita? (frizz)
*Didedikasikan
untuk adik-adikku yang kusayangi karena Allah. Keep istiqomah, bro, sis..!!!
Komentar
Posting Komentar